Secara garis besar, paedagogi adalah teori pembelajaran yang didesain untuk kebutuhan anak-anak sedangkan andragogi adalah teori pembelajaran yang didesain untuk kebutuhan orang dewasa dari segala usia. Untuk dapat memahaminya secara lebih lanjut maka kita dapat membahas perbedaan diantara paedagogi dan andragogi.
Menurut Malcome S. Knowles ada beberapa perbedaan di antara paedagogi da juga andragogi. Yang pertama adalah dalam hal sebutan pembelajar. Jika pembelajar pada paedagogi disebut “siswa” atau “anak didik, maka dalam andragogi disebut “peserta didik” atau “warga belajar”. Selanjutnya adalah dalam hal gaya belajarnya, jika dalam paedagogi gaya belajarnya adalah dependen atau masih memerlukan bantuan orang lain, maka dalam andragogi gaya belajarnya adalah independen di mana peserta didik diminta untuk dapat mandiri dalam pembelajaran, tidak seperti paedagogi yang masih harus bergantung dengan orang lain. Selanjutnya perbedaan lainnya adalah dalam hal tujuan pembelajaran, jika dalam paedagogi tujuan ditentukan sebelumnya maka dalam andragogi tujuannya fleksibel. Hal ini berkaitan dengan gaya belajar sebelumnya, pada paedagogi tujuan ditentukan karena gaya belajarnya dependen maka tujuan sudah pasti lebih dahulu ditentukan sehingga tujuan belajar dapat diikuti dan dicapai secara maksimal oleh peserta didik, begitu pula sebaliknya dengan andragogi, tujuan fleksibel karena pembelajar memiliki gaya belajar yang independen sehingga dapat menentukan sendiri bagaimana tujuan yang akan dicapainya.
Kemudian, jika pada paedagogi diasumsikan bahwa siswa tidak berpengalaman dan/atau kurang informasi, maka pada andragogi diasumsikan bahwa peserta didik memiliki pengalaman untuk berkontribusi. Hal ini dapat dipahami dengan melihat usia pembelajar. Kita sendiri mengetahi bahwa anak kecil masih memiliki pengalaman hidup yang jauh lebih sedikit dari orang dewasa sehingga mereka juga hanyak memiliki informasi yang sedikit bahkan terbilang kurang, sedangkan orang dewasa sudah menjalani kehidupan yang lebih lama dan dengan kata lain mereka juga sudah mengalami pengalaman yang lebih banyak lagi. Maka dari itu pantas saja jika pembelajar diasumsikan sedemikian rupa. Selanjutnya jika pada paedagogi menggunakan metode pelatihan pasif (seperti  metode kuliah atau ceramah), maka andragogi menggunakan metode pelatihan aktif. Hal ini berkaitan dengan pembahasan sebelumnya mengenai pengansumsian pembelajar. Pada paedagogi menggunakan metode pasif karena pengalaman yang mereka dapatkan masih sangat sedikit dan begitu pula dengan informasi yang mereka dapatkan sehingga pembelajaran akan lebih efektif apabila para pembelajar dapat memperkaya informasi yang mereka dapat terlebih dahulu. Sedangkan untuk andragogi yang mempunyai pengalaman yang relatif sangat banyak menggunakan metode aktif sehingga dapat mengaplikasikan informasi yang ia dapat sehingga informasi tersebut bukan hanya sekedar teori saja bagi para pembelajar.
Lalu, perbedaan lainnya adalah jika pada paedagogi guru mengontrol waktu dan kecepatan, maka pada andragogi pembelajar mempengaruhi waktu kecepatan. Hal ini sesuai dengan pembahasan sebelumnya mengenai gaya belajar. Karena gaya belajar pada paedagagogi adalah dependen atau memerlukan bantuan orang lain maka otomatis orang lain tersebut, dalam hal ini guru, yang menentukan waktu dan kecepatan pembelajar. Sedangkan pada andragogi yang sama halnya memiliki gaya belajar independepn yang tidak bergantung pada orang lain, pembelajar juga bebas untuk menentukan waktu dan kecepannya sendiri dalam pembelajaran. Perbedaan lainnya adalah jika pada paedagogi peserta berkonstribusi sedikit pengalaman maka pada andragogi keterlibatan atau kontribusi peserta sangat penting. Jika pada paedagogi belajar berpusat pada isi atau pengetahuan teoritis, maka pada andragogi belajar berpusat pada masalah kehidupan nyata. Terakhir, jika pada paedagogi guru adalah sumber utaa yang memberikan ide-ide dan contoh, maka pada andragogi peserta dianggap sebagai sumberdaya utama untuk ide-ide-ide dan contoh.

 
Pada rentang usia 3-4 sampai 5-6 tahun, anak mulai memasuki masa prasekolah yang merupakan masa kesiapan untuk memasuki pendidikan formal yang sebenarnya di sekolah dasar. Piaget berpendapat bahwa anak pada rentang usia ini termasuk ke dalam perkembangan berpikir praoperasional konkret. Pada saat ini sifat egosentris pada anak semakin nyata. Anak mulai memiliki perspektif yang berbeda dengan orang lain yang berbeda di sekitarnya. Orangtua sering menganggap periode ini sebagai masa sulit karena anak menjadi susah diatur, bisa disebut nakal atau bandel, suka membantah dan banyak bertanya. Anak mengembangkan keterampilan berbahasa dan menggambar, namun egois dan tak dapat mengerti penalaran abstrak atau logika.
Hasil beberapa kajian lebih menunjukkan bahwa secara umum tujuan utama pendidikan pra-sekolah adalah untuk meningkatkan kesiapan sekolah yang lebih difokuskan pada berbagai ketrampilan daripada konten akademik. Wylie (1998) mengemukakan bahwa ada beberapa ketrampilan-ketrampilan krusial yang akan dibutuhkan anak selama perjalanan pendidikannya mulai dari sekolah dasar dan seterusnya, diantaranya yaitu: ketrampilan menyimak dan mendengarkan, ketrampilan akademik, ketrampilan bekerja secara mandiri dan secara kelompok, serta ketrampilan berkomunikasi.
Pendidikan pra sekolah adalah pendidikan yang diberikan kepada anak-anak balita sebelum masuk sekolah taman kanak-kanak atau pendidikan dasar pertama yaitu sekolah dasar (SD). Sistem pendidikan ini juga sering dinamakan dengan pendidikan usia dini atau PAUD. Sistem pendidikan pra sekolah ini pertama kali dikenal oleh masyarakat ketika mereka mulai menyadari arti pentingnya mendidik anak sejak dini. Sehingga penyelenggaraannya juga lebih sering dilakukan oleh masyarakat sendiri melalui berbagai macam organisasi seperti PKK atau Lembaga Swadaya Masyarakat lain yang bergerak di bidang pendidikan.
Adapun tujuan utama pendidikan pra-sekolah adalah membantu anak didik mengembangkan berbagai potensi baik psikis dan fisik yang meliputi moral dan nilai-nilai agama, sosial emosional, kognitif, bahasa, fisik/motorik, kemandirian dan seni untuk siap memasuki pendidikan dasar, untuk mengembangkan tingkat kecerdasan dan mental baik secara fisik dan rohani, serta membentuk karakter anak agar bisa mengatur perasaan emosi serta punya jiwa sosial yang tinggi. Sehingga ketika mereka masuk pada tingkat pendidikan dasar pertama, anak-anak bisa menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan lebih mandiri.
Pada usia ini  anak belum bisa membedakan yang mana informasi yang baik dan yang tidak baik bagi mereka. Dan yang tidak boleh dilupakan, anak-anak ini ketika melakukan pengamatan tidak terbatas pada lingkup keluarganya saja, namun sudah mulai merambah pada lingkungan luar rumah. Dari sini sistem pendidikan pra sekolah untuk mendidik anak sejak dini yang diadakan akan punya peran yang penting. Pelajaran yang diberikan pada sistem pendidikan pra sekolah tidak hanya melalui perkataan saja, namun justru lebih mementingkan pada bentuk-bentuk permainan edukatif dan kandungan moral yang tinggi. Jadi anak tidak akan merasa terbebani dan tetap bisa melewati masa kanak-kanaknya yang penuh kegembiraan bersama teman-teman sebayanya.
 
Psikologi sekolah adalah bidang yang menerapkan prinsip-prinsip psikologi klinis dan juga psikologi pendidikan dalam penerapannya. Psikologi sekolah itu sendiri menitik beratkan peran dalam menciptakan situasi yang mendukung bagi anak didik yang berhubungan langsung dengan seluruh aspek kegiatannya.
Psikolog sekolah mempunyai wewenang dalam melakukan penilaian psikologis dan juga memberikan pelayanan bimbingan dan konseling pada anak dan keluarganya. Jadi dengan kata lain psikolog sekolah bukan hanya memberikan layanan pada anak yang bersangkutan tetapi pada keluarganya yang tidak lain dan tidak bukan adalah bagian yang paling berperan dan mempengaruhi kelangsungan hidup dan pola pendidikan sang anak. Psikolog sekolah mempunyai tujuan utama dalam penerpan prinsip-prinsip ilmiah belajar dan perilaku untuk memperbaiki sekolah terkait dengan masalah dan juga untuk memfasilitasi pembelajaran dan pengembangan anak-anak di sekolah.
Mungkin sebagian dari kita masih bingung sehingga akan muncul pertanyan, lalu apakah psikologi pendidikan dan sekolah itu berbeda? Dan di mana letak perbedaannya? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, sebelumnya kita harus mengetahui definisi dari psikologi pendidikan terlebih dahulu.
Psikologi pendidikan adalah bidang psikologi yang lebih berfokus dalam sistem belajar-mengajar dan melakukan penelitian yang berhubungan dengan permasalahn tersebut seperti penelitian tentang dinamika kelas dan gaya belajar-mengajar. Psikolog pendidikan tidak dapat membantu siswa satu per satu seperti halnya psikolog sekolah. Namun, psikolog pendidikan dapat membantu dalam hal mendiagnosis dan memberikan alat untuk mengobati.
Untuk dapat lebih memahami perbedaan antara psikolog sekolah dan psikolog pendidikan ada baiknya kita membahas tentang peran dari masing-masing bidang, yaitu psikologi sekolah dan psikologi pendidikan. Pertama-tama kita bisa membahas peran dari psikolog sekolah terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan peran dari psikolog pendidikan.
Ada beberapa peran dari seorang psikolog sekolah, diantaranya adalah mengkomunikasikan hasil evaluasi psikologis untuk orangtua, guru, dan lainnya sehingga mereka dapat memahami kesulitan peserta didik dan dapat mengetahui solusi atas permasalahannya tersebut. Kemudian, seorang psikolog sekolah juga mempunyai peran dalam melakukan penelitian tentang instruksi yang efektif, manajemen perilaku, dan interverensi kesehatan mental siswa. Psikolog sekolah juga berperan dalan hal menilai dan mengevaluasiberbagai masalah yang berkaitan dengan sekolah dan juga peserta didik yang berada di sekolah tersebut.
Selanjutnya, kita akan membahas mengenai beberapa peran seorang psikolog pendidikan, yaitu diantaranya mempunyai peran dalam penerapan prinsip-prinsip beajar dalam kelas dan juga berperan dalam menilai belajar serta kebutuhan emosional peserta didik dengan mengamatinya. Seorang psikolog pendidikan juga mempunyai peran yang tidak kalah penting lainnya, yaitu wewenang untuk merumuskan intervensi yang berfokus pada penerapan pengetahuan, keterampilan serta keahlian untuk mendukung inisiatif sekolah.  Psikolog pendidikan juga mempunyai peran dalam hal mengevaluasi program pendidikan, terutama dalam hal pengembangan serta pembaharuan kurikulum. Selain itu, peran dari seorang psikolog pendidikan adalah mengkonsultasikan skolah untuk melaksanakan pengajaran dan pengujian. Kemudiam seorang psikolog pendidikan juga mempunyai peran dalam mengumpulkan data, merevisi tes, dan kegiatan belajar kelas dalam upaya untuk meningkatkan gaya belajar-mengajar.
Jadi, secara garis beras perbedaan psikolog sekolah dan psikolog pendidikan ada dalam bidang apa yang harus digelutinya. Jika seorang psikolog sekolah cenderung berperan dalam melakukan kegiatan tes dan juga berperan dalam tugas bimbingan konseling sehingga dapat menciptakan suasana pendidikan yang baik bagi setiap anak. Psikolog sekolah cenderung lebih berperan secara menyeluruh, tidak menangani siswa secara satu per satu, dan juga lebih berperan dalam sistem belajar-menagajr di sekolah. Perlu di ketahui lebih lanjut bahwa memang banyak universitas di Indonesia yang menawarkan S2 psikologi pendidikan namun dalam penerapannya lebih cenderung mengarah kepada psikologi sekolah.